Kamis, 14 Juni 2012

Kisah seorang Teman

Cinta itu tidak mengenal batas waktu
Biar pun daun-daun di pohon sudah mengering dan berjatuhan di musim kemarau
Cinta tetap segar di dahannya

Semalam seorang teman bercerita padaku, "Galau" katanya.
Telah lama ia memendam perasaannya kepada seorang gadis
Gadis yang udah dicintainya sejak 5 tahun yang lalu
Ntah bagaimana Tuhan mengatur cerita cinta mereka
Sampai sekarang tetap saja mereka tidak bisa bersatu

Cintanya tidak pernah padam untuk sang gadis
Dia cuman bisa berusaha yang terbaik
Menjadi Guardian Angel untuk si gadis
Menjadi tempat sandaran ketika sang gadis bersedih
Bersiap menampung air mata sang gadis yang hendak jatuh
Menjadi Badut ketika si gadis bosan

Mungkin sampai detik ini perhatian yang ia berikan belum mampu membuat sang gadis sadar bahwa ada cinta yang begitu murni di dalamnya
Tapi ia hanya ingin tulus mencintai si gadis
Ia hanya ingin melihat si gadis bahagia
So simple, right??

NB :
Teman-teman yang lagi galau, kalau ada saran dari orang lain untuk membuka hati, gak salah lho.
Soalnya kadang kita gak sadar kalau ada seseorang di balik layar yang memperhatikanmu.
Kadang patah hati membuat kita buta.

SAAT KAMI BERSAMA WAKTU


Malam ini kami berdua kembali dalam sebuah tempat yang sama. 
Tempat yang sama saat kami pertama kali menumbuhkan sebuah rasa. 
Tempat yang sama ketika kami menikmati rintik hujan. 
Tempat yang sama ketika kami menikmati malam. 
Dan tempat yang sama ketika ia menggenggam tanganku pertama kalinya.
Semuanya tampak tidak berbeda ketika kami pertama kali berjanji untuk menikmati malam. 
Hanya saja, saat ini tidak ada bintang. 
Tidak ada juga rintik hujan, dan tidak ada hembusan angin dingin yang membuat bulu kudukku merinding. 
Dan waktu mengubah semua itu. 
Aku masih ingat, bagaimana tatapan matamu pada saat itu.
 Hangat, sejuk, dan nyaman. Sama seperti genggaman tanganmu. Sama seperti saat ini pun tidak berubah.
Malam ini, kami menikmati malam kembali. 
Di sebuah pinggiran jalanan kota yang dulu pernah kita singgahi. 
Menikmati lalu lalang orang yang tampak sibuk, padahal hanya ingin menghabiskan waktu. 
Sama seperti ku. Bukan! Mungkin sama seperti KAMI. 
Kami duduk disini dalam diam. Bukan bibir yang berbicara. 
Hanya hati yang mengisyaratkan keinginan untuk mengenang masa itu.
Mengenang masa yang hanyut oleh waktu. Namun, tidak kami biarkan tenggelam dan hilang ditelan waktu.
Saat ini, matamu kembali menatapku. Kembali menggenggam tanganku. 
Kemudian aku berkata “terimakasih waktu, karena engkau tidak mengambil kehangatannya”. Kamipun bercerita, kami pun tersenyum, dan akhirnya tertawa. Sekali lagi kemudian aku bersyukur “terimakasi tuhan, karena dia masih tersenyum untukku”.
Waktu kemudian makin bergulir. Namun malam belum larut. 
Lalu lalang orang masih ramai. 
Tapi, kami harus beranjak. 
Dia menggenggam tanganku erat dan beranjak dari tempat duduk. 
Seketika aku ingin berkata jangan beranjak. Jangan hiraukan waktu.
Hanya denganku saja disini. 
Tapi bibir tidak bisa berkata. Hanya hati yang berbisik padanya. 
Namun, kami tetap beranjak.
Kami berjalan melangkah menjauh dari tempat kenangan kami. 
Kami tersenyum, saling pandang dan saling menggenggam. 
Aku ingin mengatakan “kembali ketempat kenangan kita. Dan jangan biarkan waktu menelannya. Hanya ingin hari ini bersamamu. Disini!” Tapi sekali lagi, bibir tidak berkata apa. 
Hanya ada senyum dan tawa. Kemudian hatipun merintih dan memohon meminta semua itu.
Kemudian tanpa melepaskan genggaman tanganya, aku memilih untuk berjalan dibelakangnya. Hanya ingin ingin memastikan dirinya berjalan menggenggamku. 
Berjalan bersamaku. 
Aku melihat dirinya yang senang menikmati malam itu bersamaku. Akupun begitu. 
Tapi seketika pula ada perasaan yang sedikit menusukku. 
Sebuah rasa yang entah itu apa.
Akupun tahu, aku mencintainya sedalam ini. 
Aku ingin mencintainya seperti ini. 
Seperti kami berjalan bersama dan memandang tubuhnya dari belakang. 
Aku akan selalu bersamanya, ketika dia menginginkanku untuk menemaninya tersenyum, tertawa, atau hanya sekedar mengusap air matanya saat dia menangis. 
Tidak akan pula aku lepaskan genggaman tanganku. 
Namun, aku pulalah orang yang akan rela melepaskan genggaman tangannya disaat dia lebih memilih bersama aku yang lain, ketika dia tidak bisa merasakan kebahagiaan seperti ini bersamaku lagi. 
Dan mungkin, pada saat itu dia dengan sengaja menenggelamkan kenangan kami dalam waktu. 
Dan aku akan tetap tersenyum melihat punggungmu, dan kemudian beralih menjadi hanya bayanganmu. 
Aku rela……  Walaupun nantinya akan ada rasa sakit yang menyesak. Rasa sakit, yang akupun tidak tahu darimana datangnya sakit itu.
-ANONIM-